Hari ini saya menerima kedatangan orang tua
murid saya,
Ibu ini bertutur, “Bu, anak saya kemarin nangis
seharian, karena dari hasil UTS-nya dia tidak ranking 1! Tolong ya Bu, nanti ibu
ngobrol sama dia! Kemarin sih sudah saya beritahu, tidak apa-apa meskipun tidak
ranking 1! Tapi sepertinya kok tidak bisa terima!”
Lalu saya balik bertanya ke ibu itu,“Kalau
ibu sendiri, gimana?”
Lalu dijawabnya,” Ya, sayang sih Bu
sebetulnya! Nilai yang kurang itu hanya penjaskes, lainnya bagus-bagus!”
Dari cuplikan pembicaraan kami , saya jadi
teringat pada seorang psikolog yang pernah saya undang ke lembaga bimbingan
belajar saya untuk memberikan tes psikologis pada murid-murid. Dia bilang,
“Anak-anak perlu disiapkan untuk menyikapi kegagalan!” Pada kasus murid
saya di atas, anak ini sekarang ada di kelas 3 SD. Sejak kelas 1 selalu ranking
1. Dia menjadi ranking 1, selain pintar juga ada motivasi dari orang tuanya
sehingga si anak berambisi jadi juara. Mental juara tertanam dalam dirinya.
Kemarin hasil UTS-nya diluar dugaan, mentalnya
langsung down. Dia menangis karena sedih dan malu atas kekalahannya,
bukan sesuai dengan harapannya. Menerima kekalahan ini menjadi lebih sulit
daripada dia harus belajar keras. Mengapa murid saya begitu? Karena makna
menang dan kalah masih belum dipahami secara baik, apalagi belum pernah
terkalahkan. Kemenangan dan kekalahan adalah dua hal yang bisa terjadi kapan
saja. Ada kalanya memang bisa diprediksi, tetapi juga tidak menutup kemungkinan
yang lain. Jangankan anak-anak, kekalahan juga membuat orang dewasa pun bisa
terpukul, bukan!
Dampak kemenangan bagi anak:
Kemungkinan sikap-sikap positif yang muncul
seperti : percaya diri, makin rajin belajar / berlatih, dapat mematok target
yang ingin dicapai, makin terpacu untuk mengikuti berbagai kompetisi.
Kemungkinan sikap-sikap negatif yang muncul :
menjadi sombong, meremehkan orang lain, merasa diri lebih hebat sehingga kurang
mau mengakui kemampuan pihak lain, bahkan sebagian membatasi pergaulannya.
Dampak kekalahan bagi anak :
Kemungkinan sikap-sikap positif yang muncul :
menjadi pribadi yang sportif dan mengakui keunggulan pihak lain, dapat
mengevaluasi diri atas kegagalannya, sanggup menghadapi kenyataan yang
tidak diharapkan, berbenah diri atas dasar pengalamannya dari sebuah kegagalan,
mampu mengukur kemampuannya dan ingin menebus kekalahannya.
Kemungkinan sikap-sikap negatif yang muncul :
Hatinya terluka dan merasa malu , menyalahkan diri sendiri, menyalahkan
orang-orang di sekitarnya dan tidak bisa legawa dengan keberhasilan pihak
lain. Larut dalam kesedihan dan merasa tidak mampu lagi, jadi enggan
berkompetisi karena takut kalah, menunjukkan sikap-sikap negatif kepada pihak
lain yang menang, bahkan bisa berupa serangan fisik ataupun ucapan yang
menyakiti.
Bagaimana cara orang tua mendampingi ?
Kemenangan dan kekalahan adalah bagian proses
menjalani kehidupan, sangat baik jika sejak kecil anak-anak pernah
mengalaminya. Justru hal itu tak perlu dikaburkan seperti dalam bentuk
penghapusan sistem peringkat di sekolah. Karena dengan adanya peringkat,
anak menjadi paham saat ini dia berada di posisi mana dalam komunitasnya. Dia
menjadi tahu apa yang harus dipertahankan, ditingkatkan dan dperbaiki dalam
dirinya. Fakta buruk atau baik harus diterima sebagai kenyataan bukan
dihindari. Atas dasar itu pulalah orang tua dapat dengan lebih mudah memberikan
pengarahan kepada anak ataupun membuat kebijakan yang sesuai dengan bakat,
minat dan kemampuannya.
Sebuah kemenangan layak disyukuri dan
dirayakan, tetapi kekalahan juga perlu disikapi secara benar dan tidak
berlebihan. Orang tua sebagai sosok penting dalam pembentukan karakter dan
peletakan nilai-nilai dalam diri anak selayaknya mendampingi anak dalam
memaknai menang atau kalah secara benar.
Bentuk-bentuk
pendampingan yang selayaknya DIHINDARI orang tua:
- Mematok anak
untuk selalu menjadi pemenang, sehingga ada tekanan apabila anak kalah.
- Terlalu
membangga-banggakan anak secara berlebihan, sehingga ada beban apabila
ucapan orang tua tak dapat dibuktikannya.
- Menyalahkan
dan membanding-bandingkan anak di saat dia kalah.
- Acuh tak
acuh atas kemenangan ataupun kekalahan yang dialami anak.
- Memberi
pembelaan kepada anak di saat kalah sebagai usaha-usaha untuk membentuk
opini kemenangan dengan cara-cara yang tak wajar.
- Mengeluarkan
pernyataan negatif kepada pihak lain yang dianggap penyebab kekalahan
anaknya sehingga timbul asumsi di hati anak bahwa sebenarnya ia lebih
berhak menang.
- Memberi
iming-iming berupa “umpan” tambahan, apabila ia meraih kemenangan yang
diinginkan orang tuanya.
Hal-hal di atas adalah bentuk pendampingan
yang dapat merusak mental anak, sehingga anak salah menyikapi sebuah kemenangan
dan kekalahan yang dialaminya. Hal ini akan membentuk jiwa yang picik dan
sempit dalam menanggapi hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginannya atau
keinginan orang tuanya. Apabila berlanjut akan terbentuk nilai-nilai kehidupan
yang salah dan sangat merugikan anak serta penyimpangan tingkah laku yang cenderung
negatif.
Bentuk-bentuk
pendampingan yang selayaknya DILAKUKAN orang tua adalah :
- Menanamkan
sikap objektif kepada anak, agar dia secara bertahap dapat menilai mana
yang baik dan buruk, mana yang benar dan salah. Anak belajar tentang
kebenaran dan sanggup mengakuinya, hal ini akan memupuk sikap sportif.
- Mendorong
anak untuk selalu melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebaik-baiknya dan
tidak mengedepankan hasil akhirnya., serta dapat menerima hasil penilaian
dari pihak lain secara rasional.
- Menanamkan
sikap kepada anak bahwa kemenangan dan kekalahan adalah bagian dari suatu
kompetisi, tetapi bukanlah segala-galanya. Masa depannya tidak ditentukan
dari menang dan kalah yang pernah dialaminya.
- Mengajak
anak untuk belajar menjadi pribadi yang seimbang dalam menyikapi suatu
kemenangan atau kekalahan yang dialaminya, sehingga ia tidak sombong, mau
menghargai kemenangan orang lain, bisa menerima kekalahan diri sendiri
dengan sikap wajar.
- Membiarkan
anak bersaing secara sehat, apapun pencapaian yang diperolehnya tanpa
ditunggangi oleh gengsi orang tua dengan memberi “umpan” tambahan. Karena
anak sudah mendapatkan hadiahnya, dimana dengan dia berkesempatan untuk
berkompetisi disitu ia akan lebih banyak berlatih dan kemampuannya menjadi
bertambah dan lebih baik. Itulah hadiah yang sebenarnya.
Sebagai orang tua seharusnya adalah pihak yang
paling tahu minat, bakat dan kemampuan anaknya masing-masing, termasuk pula
kelebihan dan kekurangannya. Oleh sebab itu orang tua sebaiknya mengarahkan
anaknya pada bidang-bidang yang sesuai kepada anaknya. Perlu dicermati, bahwa
setiap anak sangat jarang yang berprestasi dalam segala bidang secara
sekaligus. Pasti ada kelebihan di satu sisi dan kelemahan di sisi yang lain.
Berilah anak kesempatan merasakan kemenangan dan kekalahan sejak kecil, karena
hal itu akan sangat bermanfaat bagi kehidupannya. Tak masalah di bidang apa ia
berkesempatan berkompetisi, baik akademis, seni, olah raga dan lain-lain
Anak-anak yang tak pernah merasakan menang
atau kalah cenderung menjadi pribadi yang pasif dan menjalani kehidupannya
secara datar-datar saja. Mempunyai sifat pemalu, rasa percaya diri kurang
terbentuk, tidak begitu jelas dalam menentukan tujuan yang ingin dicapainya.
Memang tidak semua anak mempunyai jiwa berkompetisi, tetapi setidaknya memberi
kesempatan sekali atau dua kali di masa kecil atau remajanya akan memberi
pengalaman yang sangat berarti.
MENANG bukanlah tujuan akhir, KALAH
bukanlah akhir segalanya
Sumber :
edukasi.kompasiana.com/2013/11/08/mendampingi-anak-dalam-memaknai-kekalahan-608331.html
Penulis :
Majawati Oen